-->

Jumat, 30 Desember 2011

Refleksi Kebebasan Pers 2011

”Mendorong Profesionalisme, Melawan Ancaman Kekerasan dan Jerat Hukum”

Bahas Kekebasan Pers: Suasana refleksi Kebebasan Pers 2011 dihelat AJI Padang, d

PADANG EKSPRES. Kebebasapers hanya indah diucapkan, tapi sulit dilaksanakan. Sejumlah tindak kekerasan terhadap para jurnalis, mewarnai perjalanan dunia pers selama tahun 2011. Para pemburu berita, juga dibayang-bayangi jerat hukum dalam setiap menjalankan tugas.

Renungan itu disampaikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Padang dalam acara bertajuk ”Refleksi Kebebasan Pers 2011” dengan tema ”Mendorong Profesionalisme, Melawan Ancaman Kekerasan dan Jerat Hukum”. Acara tersebut digelar tadi malam di Laga-laga, Taman Budaya Sumbar. Selain menyampaikan refleksi, juga digelar testimoni para insan pers, penampilan puisi serta seni tradisi rabab.

UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers telah lebih 12 tahun diundangkan, tapi kondisi kebebasan pers Indonesia masih jauh dari harapan. Setiap tahun, ancaman datang silih berganti, meski UU telah memberi jaminan yang tegas terhadap kebebasan pers.

 Selama 2011 saja, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencatat terjadi 49 kasus kekerasan fisik dan nonfisik terhadap jurnalis di seluruh Indonesia. Bila dibandingkan dengan setahun sebelumnya, angka ini sedikit menurun dari angka 51 kasus pada 2010.

 Walau secara keseluruhan menurun, namun angka kekerasan fisik pada 2011 meningkat dari 16 menjadi 19 kasus. Pelaku kekerasan selama 2010 didominasi oleh aparat pemerintah dan kelompok massa. Kekerasan fisik itu, meliputi intimidasi, teror, pemukulan, penyerangan, pengeroyokan dan pembakaran.

Satu dari kasus tersebut, terjadi di Sumbar. Pada Kamis 23 Juni 2011, sejumlah jurnalis dihalang-halangi, diusir dan diintimidasi oleh beberapa oknum prajurit TNI Angkatan Udara ketika meliput pesawat aero modelling yang jatuh di kawasan Tunggulhitam, Padang termasuk saat meliput korban yang dilarikan di RSUP Dr M Djamil, Padang.

Kasus yang dikawal Koalisi Wartawan Anti-Kekerasan (KWAK) Sumbar ini sudah dilaporkan ke Dewan Pers. Namun, setelah ditindaklanjuti oleh Dewan Pers, belum ditanggapi oleh Mabes TNI Angkatan Udara.

”Meski masih terdapat kekerasan, selama 2011 tidak ada laporan jurnalis yang terbunuh. Ini catatan baik, bila dibandingkan 2010 dengan catatan, tiga jurnalis dibunuh terkait tugas-tugasnya sebagai jurnalis,” kata Ketua AJI Padang Hendra Makmur didampingi Sekretaris Rus Akbar kepada Padang Ekspres kemarin.

Sejak 1996 hingga 2010, AJI (dalam Laporan Tahunan AJI Indonesia 2011) mencatat, 11 jurnalis terbunuh ketika menjalankan tugas-tugas jurnalistik. Mereka adalah, Fuad M Syafruddin alias Udin, wartawan Harian Bernas, Yogyakarta (1996), Sayuti Bochari, wartawan mingguan Pos Makassar dan Naimullah, wartawan Sinar Pagi, Pontianak (1997).

 Setelah reformasi, jurnalis yang dibunuh/terbunuh dalam menjalankan tugasnya masih tinggi. Tercatat: Mohamad Jamal, jurnalis TVRI Banda Aceh dan Ersa Siregar, jurnalis RCTI (2003), Elyudin Talembanua jurnalis di Gunungsitoli (hilang sejak 2005),

Herliyanto, wartawan lepas harian Radar Surabaya di Probolinggo (2006), Anak Agung Prabangsa, wartawan Radar Bali (2009) serta Alfrets Mirulewan, jurnalis mingguan Pelangi Maluku, Ridwan Salamun, jurnalis Sun TV di Maluku dan Ardiansyah Matrais, jurnalis Merauke TV (2010).

Berbagai ancaman kekerasan dan pembunuhan harus ditambah dengan peraturan perundang-undangan yang mengancam kebebasan pers. Selain ancaman pasal-pasal pencemaran nama baik dalam KUHP, setidaknya ada sembilan regulasi baru yang berpotensi mengancam kebebasan pers.

Aturan tersebut yaitu, yakni UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), UU No 17 tahun 2011 tentang Intelijen, RUU Rahasia Negara, RUU Tindak Pidana Teknologi Informasi, RUU Konvergensi Telematika, Revisi UU Penyiaran Nomor 32/2002, Revisi Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP).

Persoalan Profesionalisme dan Etika Jurnalistik Dewan Pers mencatat data pengaduan masyarakat terkait pelanggaran etika pemberitaan pers sebanyak 470 kasus hingga Oktober 2011 (Dewan Pers, 2011). Ini juga menurun bila dibanding 2010 yang tercatat sampai 514 kasus pelanggaran etika pemberitaan pers.

”Dari berbagai masalah, Divisi Etik Profesi AJI Indonesia menyatakan, ada tiga problem mendasar pemberitaan pers meliputi: data tidak berimbang (22 kasus), mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi (10 kasus), dan pemberitaan tidak akurat (8 kasus),” ungkap Hendra, yang juga wartawan Media Indonesia.

Meskipun jumlah pelanggaran etika jurnalistik cenderung menurun, namun angkanya masih bergerak pada level tinggi. Berbagai pelanggaran terhadap etika jurnalistik kemudian juga memicu munculnya kekerasan terhadap jurnalis.

AJI juga mencatat banyaknya pelanggaran kode etik jurnalistik dalam pemberitaan media terkait kasus kejahatan seksual terhadap perempuan  dan anak-anak. Persoalan tersebut belum termasuk, masalah seputar kesejahteraan jurnalis yang masih memprihatinkan.

Menyikapi berbagai masalah tersebut, kata Hendra, AJI Padang mengimbau kalangan jurnalis meningkatkan kewaspadaan terhadap setiap potensi kekerasan yang mengancam, memahami hukum yang terkait dengan tugas-tugas sebagai jurnalis serta menjaga solidaritas guna menghindari jerat hukum, kekerasan bahkan pembunuhan yang sering terjadi selama ini.

AJI Padang mengajak para jurnalis senantiasa meningkatkan kapasitas dan kompetensi jurnalistik, meningkatkan kepatuhan kepada etik serta menghindari pemberitaan yang tidak akurat untuk perbaikan profesionalisme jurnalis sekaligus menghindari risiko jerat hukum dan kekerasan.

”Kami juga meminta perusahaan pers aktif memberikan perlindungan profesi dan standar keselamatan kerja jurnalis dan karyawannya, meningkatkan kesejahteraan jurnalis baik yang berstatus karyawan tetap, koresponden, kontributor, stringer, maupun freelancer,” papar Hendra.

Selanjutnya, AJI meminta penyelenggara negara, penegak hukum dan masyarakat ikut serta menjaga kebebasan pers seperti diamanatkan UU No 40/1999 sekaligus menghindari kekerasan fisik dan nonfisik terhadap jurnalis.

Rabu, 07 Desember 2011

Asean Para Games 2011







The ParaGames ASEAN adalah acara multi-olahraga dua tahunan yang diselenggarakan setelah setiap Asia Tenggara Games untuk atlet dengan cacat fisik. Permainan yang diikuti oleh 11 negara yang terletak di Asia Tenggara. Games Para, patterned setelah Paralimpiade, yang dimainkan oleh atlet penyandang cacat penyandang cacat mobilitas, cacat visual, yang diamputasi dan mereka dengan cerebral palsy.

The ParaGames ASEAN berada di bawah pengaturan ASEAN Para Olahraga Federation (APSF). Permainan yang diselenggarakan oleh negara yang sama di mana SEA Games berlangsung.


Current Games

ASEAN ParaGames yang ke-5 awalnya dijadwalkan untuk Laos diadakan di Kuala Lumpur, Malaysia pada 15-19 Agustus, 2009. Laos diharapkan menjadi tuan rumah SEA Games 2009, tetapi memohon off dari hosting ASEAN Paragames ke-5 karena kesulitan keuangan dan kurang pengalaman dalam memberikan dukungan yang diperlukan untuk atlet penyandang cacat. sedangkan yang ke-6 diselenggarakan di kota Solo, Jawa Tengah, Indonesia.

Previous Games
ASEAN 1 ParaGames, yang diselenggarakan di Kuala Lumpur, Malaysia pada 25 Oktober 2001 dengan tanggal 30 Oktober 2001, adalah olahraga utama awal acara ASEAN Para Sports Federation (APSF).

The APSF dikandung dalam pertemuan khusus Komite Paralimpik Nasional negara-negara ASEAN selama Paralympiad Malaysia 10 dan ASEAN Kota Invitational. ASEAN Para Games, "parallel" acara olahraga bagi penyandang cacat setelah setiap Asian Games Tenggara (SEA Games), adalah pola setelah Paralimpiade dan Permainan FESPIC.

* 2nd ASEAN ParaGames - Hanoi, Vietnam from December 19–27, 2003. Timor Leste was formally included in the Games increasing its member countries to eleven.
* 3rd ASEAN ParaGames - Manila, Philippines from December 14–20, 2005.
* 4th ASEAN ParaGames - Nakhon Ratchasima, Thailand from January 20–26, 2008.

Participant Countries
 
Code Nation First use ISO code
INA 1956 IDN
MAS 1956 MYS
SIN 1948 SGP
THA 1952 THA
VIE 1952 VNM
PHI 1924 PHL
LAO 1980 LAO
MYA 1996 MMR
CAM 1956 KHM
BRU 1988 BRN
TLS 2004 TLS

TOTAL PERAIHAN MENDALI

 Country Overall Medal
   Thailand
126
96
73
295
   Indonesia
113
108
89
310
   Malaysia
51
36
45
132
   Vietnam
44
44
72
160
   Philippines
23
23
18
64
   Myanmar
11
8
12
31
   Singapore
9
10
9
28
   Brunei Darussalam
3
5
8
16
   Cambodia
0
5
2
7
   Timor Leste
0
2
4
6
   Lao PDR
0
1
1
2
         Grand Total
380
338
333
1051